EKO-SUFISME # 32: PARA NABI JUGA PERNAH “MONDOK”

Ide tulisan terinspirasi dari pernyataan Pak Sabar Munanto, Kepala MIN 1 Banyumas. Saat itu, beliau mencoba memompa semangat wali murid kelas 6 agar tegar, pantang mundur. Pernyataan itu terkait dengan kewajiban tinggal di asrama (pondok) bagi siswa kelas 6 MIN 1 Banyumas (Jawa Tengah) selama 1 tahun.

Masih ada sebagian masyarakat yang beranggapan bahwa pondok adalah pendidikan alternatif terakhir. Kalau tidak diterima di sekolah favorit, baru masuk ke pondok pesantren. Bahkan, seringkali ada orang tua yang beranggapan pesantren adalah tempat anak nakal, anak “buangan”. Dengan kata lain pesantren adalah kamp tempat menghukum anak. Kamp anak-anak nakal, susah diatur, bandel, dan anak bermasalah lainnya lain. Sering kita dengar dari ucapan orang tua, “Kalau kamu nakal, nanti dimasukkan pondok !”. Stigma ini salah besar. Bagi Pak Sabar, orang-orang hebat justru pernah ditempa di pondok, dan saya setuju dengan pendapatnya. Di bawah ini, saya mencoba mengelaborasi pendapat di atas.

Nabi Muhammad saw, orang paling hebat sedunia, saat kecil, bahkan saat balita telah berpisah dengan ibunya, Aminah. Dia “dipondokkan” di sebuah dusun yang jauh dari Mekah, yakni di kampungnya Halimah as-Sa’diyah, ibu susuannya Nabi Muhammad.

Nabi Musa as juga pernah mondok. Dia menetap sejak bayi (saat masih menyusui) di rumah Fir’aun. Dia diasuh oleh Asiyah, seorang mukminah-muslimah istri Fir’aun. Nabi Musa “mondok” di rumah Fir’aun hingga remaja (QS. Al-Qasas: 2-15)

Demikian juga Nabi Yunus as, karena kasih sayang Allah, dia “dipondokkan” oleh Allah dalam perut ikan. Namun, karena ketekunannya, dia bisa selamat dari “cobaan” perut ikan dan lulus menjadi pesuruh (rasul) Allah dengan sebutan dzun an-Nun (orang yang berada dalam perut Nun) (QS. Al-Saffat: 139-144)

Nabi Yusuf juga demikian. Dia pernah “mondok” di rumah amir (geburnur) Mesir karena ditemukan di sumur tua. Dia ditenggelamkan oleh saudara-saudaranya yang iri padanya. Rombongan dagang (kafilah) menemukannya dan menjualnya ke penguasa mesir. Yusuf as belajar banyak tentang kehidupan melalui kehidupan keluarga amir (gubernur) di Mesir, hingga akhirnya dia dijebloskan ke penjara karena fitnah yang dibuat oleh penguasa. Di (penjara) inilah, beliau mendapat ilmu yang luar biasa. Dia diberikan ilmu menafsirkan mimpi dari Allah (QS. Yusuf: 6-52)

Demikian juga Maryam. Dia adalah anak perempuan Imran. Dia “mondok” di bawah asuhan pamannya yang bernama Zakariyya as, seorang nabi, ayah Nabi Yahya as. Dalam pengasuhan Nabi Zakariyya, Maryam menunjukkan potensi hebatnya. Dia orang yang sangat tekun belajar dan dzikir sehingga Allah menjadikannya istimewa (QS. Ali Imran: 42-45)

Memang, kedengarannya cerita di atas sepertinya berlebihan ya… Tapi secara historis, kenyatannya seperti itu.

Selain materi keyakinan pada Allah, “pendidikan” calon nabi adalah biasanya melalui pendidikan yang mengedepankan sikap mandiri. Muhammad kecil harus berpisah tempat tinggal dengan ibunya dan keluarganya. Dia harus menetap (mondok) ditempat yang jauh dari ibunya. Dia harus bermain dengan anak-anak Halimah as-Sya’diyah. Sama halnya dengan Nabi Musa as. Dia harus dihanyutkan karena regulasi (aturan) yang dikeluarkan Raja Fir’aun. Bagi Fir’aun, tidak boleh ada anak laki-laki yang hidup karena kelak akan menghancurkan kekuasaanya. Fir’aun sangat phobia anak laki-laki. Dengan begitu, Musa kecil harus hidup mandiri dalam arus deras sungai Nil yang deras, dan juga seterusnya sebagaimana nabi-nabi lain yang sudah saya ceritakan.

Pendidikan yang mampu membekali anak-anak menjadi pribadi yang mandiri, tidak cengeng, tahan banting, etos kerja tinggi, kritis, peka/peduli sesama dan lingkungan dan memiliki loyalitas ketauhidan yang kuat adalah hal penting dalam proses pembentukan generasi muslim Indonesia mendatang.

Gerakan memondokkan anak bukanlah gerakan menelantarkan anak. Tetapi justru menyediakan fasilitas dan lingkungan yang tepat dengan harapan agar anak menjadi pribadi mandiri, tidak cengeng, tahan banting, matang, peduli, dan memiliki pengalaman hidup dengan berbagi dengan sesama santri di pesantrennya masing-masing. Semoga impian orang tua dan anak, semoga terkabul…

Allah A’lam bi al-Shawab.

SERI EKO-SUFISME # 33: PARA NABI JUGA PERNAH “MONDOK”