KULDESAK part 1

Menghadirkan Isa (Ruhullah), Setelah membayangkan kehadiran kalamullah Musa pada konteks Indonesia saat ini, tiba-tiba saya merasa terdorong untuk mengutarakan kerinduan akan kehadiran sosok al-masih, yaitu nabiyullah Isa yang dalam Al-Qur’an digelari ruhullah, dengan merujuk pada proses penciptaan Isa. Melalui rahim suci Maryam binti Imran, Allah SWT secara langsung meniupkan ruh-Nya, maka lahirlah Isa. “…dan (ingatlah kisah) Maryam yang telah memelihara kehormatannya, lalu Kami tiupkan kedalam (tubuh)nya RUH dari Kami, dan Kami jadikan dia dan anaknya tanda (kekuasaan Allah) yang besar bagi alam semesta. (Qs. Al-Anbiyaa’: 21).

Dorongan serta kerinduan ini sangat kuat dan mendesak, jika dikaitkan dengan kondisi sosial masyarakat Indonesia saat ini. Semakin sempitnya ruang aman dan ruang gerak serta terbatasnya sumber daya primer (bumi, air, dan udara) untuk kehidupan rakyat Indonesia. Apalagi dua masalah diatas malah disambut dengan tangan terbuka serta penuh kewajaran oleh aparatur pemegang kekuasaan, bahkan dilegalkan melalui peraturan resmi. Misalnya, dalam hal keamanan, untuk sekedar berserikat, berkumpul, dan beraspirasi saja harus dicurigai, dipelototi, bahkan (sudah) digebuk dengan PERPU No. 2/2017 tentang perubahan Undang-undang ORMAS. Membuat khalaqoh untuk kajian keagamaan dianggap menyebarkan faham radikalisme keagamaan dan dianggap (dituduh) mengancam keutuhan NKRI. Beraspirasi dengan melakukan aksi massa dicurigai dan dibenturkan dengan issu makar.

Begitu juga dengan semakin terbatasnya sumber primer kehidupan. Untuk mendapatkan air bersih layak konsumsi saja kita harus beli, udara yang bersih kita sudah dihadang dengan pokusi dari pabrik-pabrik industri, dan tempat yang layak huni kita harus berhadap-hadapan dengan hantu penggusuran dan sempitnya lahan akibat pembangunan mall, pabrik, bandara, dll. Atas nama ketertiban gusur, kepentingan umum gusur, bahkan untuk kepentingan pemodal (pengembang/developer) asing-aseng pun teluk udara Jakarta diberikan untuk dibangun hunian elit yang entah untuk siapa, tanpa mendengarkan aspirasi dan kondisi rakyat serta nelayan lokal. Padahal jika kita merujuk pada UUD 1945 pasal 33 ayat 3, yang berbunyi: “Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.” Harusnya negara hadir untuk melindungi rakyatnya, serta berorientasi pada kemakmuran rakyat tidak sebaliknya.

Semakin saya memperhatikan kondisi yang sedang terjadi, semakin saya rindu kehadiran Isa. Meskipun, saya juga ragu jika ditanya Isa yang mana yang sedang saya rindukan…? Apakah Isa yang (waktu itu) dihadirkan untuk mengajarkan kasih sayang pada Bani Israel? ataukah Isa yang diramalkan akan turun di akhir zaman? Sebab secara personal memang sama-sama Isa, karena menurut doktrin yang kita (Islam) yakini, bukan Nabi Isa yang mati disalib waktu itu. Sebab Isa yang sebenarnya telah diangkat oleh Allah SWT ke langit dan akan (di) turunkan pada akhir zaman. Perbedaannya ada pada konteks (ruang dan waktu), dan ini yang membuat pusing dengan pertanyaan susulan, apakah peradaban umat sekarang mundur (mengulang) seperti pada zaman Isa dulu dilahirkan atau justru sekarang inilah zaman akhir, sehingga Isa harus turun langsung untuk menyelesaikan persoalan-persoalan kemanusiaan? sebagaimana yang telah dijanjikan.

Fathul Adhim – Mahasiswa Program Studi Pendidikan Agama Islam Pascasarjana IAIN Purwokerto