KULDESAK part 2

Antara Parsialitas dan Universalitas, Jika kita memahami konsep waktu diluar kesadaran dan gerak (kerja), maka yang kita temukan adalah fragmen-fragmen, potongan-potongan, serta dikotomi waktu, antara masa lalu, kini, dan hari esok. Masa lalu adalah rangkaian peristiwa dan kejadian yang telah terlewati, saat ini adalah realitas aktual yang sedang dilakukan secara simultan dan terus-menerus, sedangkan masa depan adalah kemungkinan (possibilities) dan kepastian (certainty) dari suatu peristiwa yang akan terjadi. Disebut sebagai kemungkinan, karena setiap kejadian yang akan terjadi membutuhkan prasyarat dan takaran (qadar) agar kemungkinan tersebut terwujud, dan disebut kepastian karena apapun kejadian/ peristiwa yang terjadi (bahkan selembar daun pun yang jatuh dari ranting pohon) tidak bisa terjadi tanpa pengetahuan dan ketetapan Allah SWT, serta sudah tercatat dalam buku induk kehidupan. Inilah yang sering kita sebut sebagai kepastian (qada’) Allah SWT.

Waktu adalah selubung misteri dalam dimensi keterbatasan (kekerdilan) manusia. Sebagaimana siput yang merayap dari satu sisi jalan kesisi yang lain. Bagi siput, sejengkal langkah manusia adalah misteri yang harus dia pecahkan dengan merayap, mengalaminya dan menjalaninya (rayap-demirayap).  Setiap  rayapan  (ruang)  yang dia alami, selalu butuh waktu dan berada dalam waktu (bisa jadi butuh beberapa  detik atau menit). Tapi bagi manusia tidak, cukup satu ayunan kaki dan satu detik untuk berada dalam realitas barn. Ada perbedaan yang sangat jauh disini, antara ruang dan waktu manusia dan siput. Begitu juga antara manusia temporal dan manusia universal.

Manusia temporal adalah manusia yang terjebak pada momen-momen. Bagi manusia temporal, realitas adalah potretan “cekrek” di tiap momen. Tiap detik adalah satu “cekrek” momen dalam waktu, dan tiap perpindahan ruang adalah “cekrek” momen dalam ruang. Karena itu manusia temporal diibaratkam gulungan (roll) dalam satu babak kehidupan, yang didalamnya berisi sekumpulan momen-momen pendek yang sedang diputar dalam bioskop kehidupan. Selesai film diputar, maka selesai juga hidup satu manusia. THE END of a man’s history.

Beda halnya dengan manusia universal, manusia jenis ini adalah manusia yang bebas dan tidak terkunci dalam momen. Baginya, waktu adalah utuh tidak terbagi antra masa lalu, sekarang, dan masa depan. lbarat katak, manusia universal tidak terperangkap dalam tempurung waktu. Tapi justru melingkupi tempurung, menguasai tempurung, dan terbebas dari pemahaman ruang dan waktu yang sempit, dikotomik, dan parsial.

Kualitas dan tingkatan pengetahuan manusia universal adalah bulatan waktu dan ruang. Contoh bulatan waktu misalnya, ketika dia berada pada level jam, maka cakupan pengetahuannya meliputi menit dan detik, tanpa harus menjadi detik-detik dan menit- menit. Ketika levelnya naik menjadi hari, maka cakupan pengetahuannya meliputi jam dan menit, tanpa harus menjadi jam-jam dan menit-menit. Ketika naik lagi level pengetahuannya menjadi tahun, maka cakupan pengetahuannya adalah bulan, minggu, hari. Tanpa harus menjadi bulan-bulan, minggu-minggu, dan hari-hari, sampai seterusnya. Semakin tinggi tingkatan pengetahuannya tentang waktu, maka semakin tinggi pula bulatan pengetahuannya. Seperti windu, abad, milenia, dan seterusnya. Sedangkan contoh bulatan ruang adalah, ketika dia berada dalam desa, maka didalamnya mencakup rw-rw dan rt-rt. Ketika nail level menjadi kecamatan, maka cakupannya adalah desa-desa dan dusun-dusun. Pada level negara, maka cakupannya adalah propinsi-propinsi dan kota-kota. Dan kalau cakupannya adalah dunia, maka kualitas cakupan pengetahuannya adalah benua-benua, negara-negara, propinsi-propinsi, dan seterusnya sampai pada tingkatan terkecil dan terpencil.

Waktu universal adalah bulatan utuh dari parsialitas (potongan-potongan) waktu dari yang terbesar sampai yang terkecil. Begitu juga ruang universal yang merupakan bulatan utuh dari ruang-lingkup yang terbesar sampai yang terkecil. Di sinilah (ruang dan waktu universal) tempat tinggal manusia universal. Manusia yang melampaui ruang dan waktu. Manusia rneta-seiarah, yang tidak bisa dikategorikan sebagai manusia masa lalu, manusia saat ini, dan manusia hari esok.

 

Fathul Adhim – Mahasiswa Program Studi Pendidikan Agama Islam Pascasarjana IAIN Purwokerto