EKO-SUFISME # 10: MUJAHADAH SANG LARON

“Laron, laron”, teriak anak-anak di kampung saya saat banyak Laron keluar dari leng rumahnya. Anak-anak suka bermain dengan mengambil Laron yang hendak keluar dari tanah. Di sekitar tanah yang menganga, terdapat rayap sebagai pengiringnya.

Laron berjuang keluar dari rumah tanahnya yang gelap. Dia mencari cahaya yang terang. Tidak jarang, mereka mencari cahaya yang memancar di sekitarnya. Dengan sayapnya yang rapuh mereka terbang untuk mendapatkan sinar cahaya cerah.

Laron sadar dengan keadaan dirinya berada pada keadaan yang gelap, bahkan sangat gelap. Dia mencoba berjuang keras untuk memperoleh keadaan terang yang penuh dengan cahaya. Bahkan, dengan semangatnya dia bertekad mendekat sedekat-dekatnya dengan sumber cahaya penerang tersebut (misal: lampu neon, api lilin, petromaks dan lain-lain). Di antara mereka, ada Laron yang berhasil ada sampai ke sumber cahaya dan sebagian besar yang tidak. Namun, dengan usaha keras mereka sebagian besar berhasil memperoleh cahaya.

Bagi yang memperoleh cahaya ada yang sampai ke sumber cahaya walau sedetik. Ada yang dapat menghampiri sumber cahaya dan bahkan sempat “menyatu” walaupun akhirnya terbakar gosong. Sementara itu, banyak juga Laron yang gagal mencapai kedekatan secara maksimal dengan sumber cahaya. Dalam menggapai cahaya dan sumbernya, banyak di antara mereka yang mati dan sayapnya putus. Ini perjuangan Sang Laron yang sungguh luar biasa.

Perjalanan Laron pada cahaya lampu adalah perlajaran unik dan menarik bagi kita. Laron dengan instink bawaannya harus mujahadah (sungguh-sungguh) untuk taqarrub (mendekat) pada cahaya (hidayah, agama, ibadah) dan sumber cahaya (Allah). Inilah suluk (perjalanan) abadi Laron yang menjadi ibrah (pelajaran) bagi manusia. Dalam perjalanannya, Laron dibekali sayap (potensi) untuk dapat terbang mencapai prestasi yang tertinggi.

Jika kita kaitkan dengan kehidupan kita, bahwa dalam hal ini, manusia menempuh perjalanan menuju Allah (Sang Sumber Cahaya). Allah adalah Cahaya semesta. Dalam QS. Al-Nur: 35,

“Allah nur al-samawat wa al-ardh…” (Allah adalah Cahaya langit dan bumi).

Perjalanan dan perjuangan panjang (mujahadah, jihad) manusia dipenuhi tantangan dan rintangan. Sayap Laron diibaratkan dengan kemampuan dan potensi manusia. Manusia diberi banyak potensi oleh Allah baik yang bersifat ruhaniyah (ruh, akal, hati, dan nafs) dan jasmaniyah fisik (panca indera dan jasad kasar) dalam rangka menggapai mencapai hakikat kehidupan yang sejati, yakni Allah.

Namun demikian, begitu rapuh kemampuan yang dimiliki manusia jika dibandingkan dengan kekuasaan Allah. Ini artinya, manusia sangat membutuhkan Allah Yang Maha Kuat. Hal ini pernah kabarkan Allah, bahwa kemampuan manusia itu sangat lemah, yang kalau diibaratkan seperti lemahnya sayap Laron yang mudah putus dari pangkalnya.

Perjalanan manusia menuju Cahaya dan Sumber Cahaya ini adalah perjalanan suci yang mencerahkan. Inilah yang disebut dengan mujahadah (atau dengan istilah semacamnya) dalam rangka taqarrub. Dia harus bisa keluar dari kegelapan (dzulumat) menuju pada cahaya terang (nur). Kegepalan apapun yang ditimbulkan dari aspek jasmaniyah (material oriented) maupun ruhaniyah (diantaranya penyakit-penyakit hati).

Pelaksanaan syariat seperti melaksanakan ibadah mahdhah (seperti shalat, zakat, puasa, haji) merupakan syarat dasar pencapaian Cahaya dan Sumber Cahaya dalam agama kita, Islam. Setelah itu, dengan ibadah-ibadah sunnah yang lain atau dengan cara mengikuti beberapa panduan dari “kurikulum” thariqah tertentu yang harus dilakukan secara konsisten (istiqamah).

Dengan laku ini, isyaallah kita akan memiliki pandangan yang lebih luas tentang kehidupan melalui Cahaya itu. Karena Cahaya yang mencerahkan itu telah ada dalam mata hati (bashirah) kita. Dengan demikian sikap arif bijaksana insyaallah akan lebih kita dahulukan dalam mengambil keputusan.

Allah A’lam bi a-Shawab

SERI EKO-SUFISME # 10: MUJAHADAH SANG LARON