EKO-SUFISME #11: MALU PADA YUNA (SI KUCING)

Selepas shalat subuh di masjid, saya pulang seperti biasa. Di perjalanan pulang, tiba-tiba ada kucing liar berwarna hitam putih jantan ikut nginthil (mengikuti di belakang) saya jalan pulang. Sesampai di rumah, saya membuka pintu. Kucing tersebut ikut masuk rumah. Anak-anak saya menyukainya. Akhirnya, kucing ini diberi nama oleh anak-anak saya dengan panggilan Ucil. Sekitar 3 bulan ikut dengan keluarga kami, di saat kami keluar kota kucing ini dikabarkan oleh tetangga bahwa Ucil telah mati tertabrak motor yang melintas di depan rumah. Informasi ini dikuatkan oleh adik saya yang kebetulan tidak ikut keluar kota. Ucil dikubur di belakang rumah.

Karena telah terlanjut suka dengan kucing, anak-anak saya minta lagi kucing untuk dipelihara sebagai pengganti Ucil yang sudah almarhum. Akhirnya, kami dapat kucing betina kampung bleterasan dari adik di Bogor. Belakangan ini, saya baru tahu, bahwa ia termasuk ras American Short Hair. Anak-anak kami memanggilnya dengan Yuna.

Sebagaimana kucing pertama Ucil, kami memperlakukan dengan baik dan sayang. Kami belikan makanan sejenis dry food, walaupun lokal. Kami sediakan toilet pasir untuk buang air di luar rumah, dan air minum. Kami berikan akses keluar masuk rumah dan lain-lain. Perlakuan baik ini direspon baik oleh Yuna dan anak-anaknya. Dia merasa bebas di rumah, sepertinya rumah ini juga rumahnya. Tidur terlentang, berlarian bebas seperti memang ini rumahnya. Dia manja, minta diajak main. Saking akrabnya, Yuna dan anaknya pernah selalu mengantar saya saat ke masjid untuk shalat shubuh. Dia menunggu di sekitar masjid sampai selesai shalat dan ikut kembali pulang, subhanallah.

Selama ini dia telah 6 kali melahirkan dengan jumlah anak sekali melahirkan 4-6 ekor kucing kecil yang imut dan menggemaskan. Sebagian besar keturunannya telah diadopsi dan diasuh orang lain penggemar kucing.

Namun, akhir-akhir ini dia takut melihat saya dan selalu menjauh dengan saya serta tidak mengantar lagi ke masjid. Setelah saya introspeksi, ternyata saya pernah sedikit kasar padanya saat tidak disiplin buang air besar tidak pada tempatnya. Yuna dan anak-anaknya saya hukum dengan tidak boleh lagi tidur di dalam rumah. Mereka kami beri tempat di garasi dengan persediaan makan yang cukup. Itulah barangkali yang menyebabkan mereka menjauh dan takut dengan saya. Wajah takutnya kelihatan saat ketemu saya.

Wahai Rasulullah, engkaulah panutan dan contoh hidup kami.

Engkau tidak pernah bersikap kasar pada siapapun.

kapanpun di manapun

Engkau ajarkan kami kelembutan.

Aku sangat malu padamu.

Saya malu, di saat kucing saja enggan bertemu saya karena takut. Saya malu di saat dia tidak merasa menjadi sahabat atau teman. Saya menjadi sangat malu, jika istri saya tidak berani berembug dengan saya gara-gara saya pingin menang sendiri. Saya malu, jika anak-anak saya sungkan dan ogah bertemu karena saya dianggap berwibawa dan berkharisma tinggi. Saya juga sangat malu, jika teman-teman saya sungkan ketemu karena saya dinyatakan orang yang selalu mendebat dan ingin menang sendiri. Saya juga sangat malu jika mahasiswa saya takut ketemu karena dianggap orang yang galak dan bengis.

Rasulullah mencontohkan kelembutan. Baik pada istrinya, putra-putrinya, shahabatnya, bahkan dengan orang-orang yang didakwainya. Sebaliknya, kita seringkali berbuat kasar, mengumpat, membully orang lain yang tidak sependapat dengan kita baik secara langsung maupun di tidak langsung (seperti di medsos). Anehnya, kita malah sering bangga kalau ditakuti banyak orang, dituruti keinginan-keinginan kita walaupun dengan keterpaksaan. Kita sering bangga dengan kewibawaan dan kharisma. Manajemen isu dengan memoles diri dan keadannya seringkali diciptakan untuk keperluan ini.

Padahal, Rasulullah pernah mengajari kita dengan konsep yang sangat indah, “Al-Muslim man salima al-muslimuna min lisanihi wa yadihi…”. (Muslim adalah orang menyelamatkan kaum muslim lainnya dari lisan dan tangannya, orang yang berhijrah adalah orang yang meninggalkan hal-hal yang terlarang untuk dilakukannya dan seorang mukmin adalah orang yang memberikan keamanan bagi orang lain atas darah dan harta mereka) (HR. Tirmidzi dan Nasa’i).

Di tahun baru 2017 ini kita rubah paradigma berfikir dan tindakan kita yang selaras dengan konsep yang diajarkan Rasulullah ini.

 

Allah A’lam bi al-Shawab

SERI EKO-SUFISME #11: MALU PADA YUNA (SI KUCING)