EKO-SUFISME # 14: ARUS SUNGAI SERAYU

Di Sungai Serayu di Banjarnegara, saya bersama sekitar 30 teman bersiap melakukan arung jeram. Ini pengalaman pertama saya. Deg-deg an rasanya dada ini melihat arus Serayu yang menantang. Arus air yang kencang membentur bebatuan membuat cipratan dan aliran arus air yang khas. Tebing-tebing batu di sekitar sungai membuat indah pemandangan sekaligus tantangan rafting.

Sebelum terjun ke arus, seluruh peserta dibariskan untuk memperoleh pengarahan dari instruktur (pemandu). Dalam pengarahannya, peserta harus mematuhi hal-hal penting kalau ingin perjalanannya selamat. Di situ, dijelaskan beberapa hal, di antaranya: 1) medan perjalanan, 2) jenis arus, 3) cara menghadapi medan dan arus, 4) cara melakukan penyelamatan diri dan teman, dan lain-lain. Sebagaimana dalam penjelasan instruktur, ada arus membentur tebing, arus membentur batu, arus yang sangat deras di sela-sela batu, arus memutar, dan ada arus tenang.

Instruktur juga menjelaskan cara menghadapi arus dengan menggunakan dayung. Kapan mendayung ke arah belakang, kapan mendayung ke depan. Salah satu yang masih saya ingat dan ini diwanti-wanti agar tidak dilakukan adalah jangan sekali-kali menahan tebing atau batu dengan dayung pada saat perahu di hempaskan arus padanya. Karena membayakan diri dan orang lain bila dayung patah atau menyodok teman yang duduk di belakang. Setelah selesai menjelaskan, insruktur tadi menegaskan kembali dengan pertanyaan, “Paham ?”. Kami semua menjawab, “Paham !!!”.

Perjalanan dimulai. Peserta tidak dilepas sendiri dalam perjalanan. Setiap perahu yang diisi 6-7 peserta dan di dampingi oleh satu instruktur di bagian belakang perahu. Selama perjalanan, tantangan demi tantangan bisa kita hadapi. Sejauh penglihatan saya, semua peserta patuh dengan instruksi instruktur. Sepertinya seluruh peserta tidak ingin celaka. Semua tampak tidak ingin terseret derasnya arus Sungai Serayu. Semua patuh (taat) menjalankan perintah dan menjauihi larangan.

Dari sini saya menjadi lebih paham dan tambah paham tentang larangan dan perintah (instruksi) dari instruktur atau pemandu. Dari perjalanan kecil menyusuri sungai yang jaraknya hanya 14 km dengan durasi sekitar 4 jam saya harus patuh (taat, berislam) agar selamat. Ada yang haram (harus ditinggalkan), ada yang wajib (harus dilakukan), bahkan ada hal-hal mubah (dibolehkan).

Seperti kata al-Ghazali, hidup ini mirip berlayar di lautan. Banyak tantangan di sana. Arus dan gelombang laut lebih dahsyat dibanding hanya sekedar arung jeram. Mau selamat ? kalau jawabannya iya, berarti salah satu cara adalah harus mengikuti pemandu atau instruktur dalam pelayaran ini. Pemandu kehidupan ini adalah Nabi Muhammad SAW melalui al-Quran dan Hadits dan salaf al-shalih (ulama). Ada larangan keras (haram), ada juga perintah tegas (wajib) dalam hidup ini agar selamat. Ada larangan mencuri, korupsi, menipu, berbohong, mengumpat, memfitnah, menggunjing, makan-minum barang haram (khamar, narkoba, dan seterusnya). Ada perintah baik tegas misal: shalat, zakat, puasa, haji dan amalan-amalan lainnya, maupun perintah sukarela seperti: shalat jamaah, shalat dan puasa sunnah, infaq, membatu teman, dan lain-lain.

Dalam kasus arung jeram di Serayu, kita ternyata bisa 100% taat pada pemandu (instruktur) tersebut. Kita bahkan percaya penjelasan-penjelasannya dan intruksinya. Dengan bahasa agama, kita telah “iman” pada pengajarannya. Kita tidak membantah ajarannya. Kita mengikuti dakwahnya (ajakan dan seruannya). Kenapa bisa begitu ? karena saat ini kita menghadapi kenyataan tantangan itu riel di samping kita, yakni arus Serayu. Arus serayu yang begitu deras itu tampak di mata kita. Benar-benar ada karena kita melihat sendiri. Kita telah mencapai ainul yaqin. Keyakinan tingkat kedua setelah ilmu yaqin (sekedar cerita orang). Arus Serayu ini kita yakini bisa menyeret dan menenggelamkan siapa saja yang lengah.

Dalam konteks kehidupan kita ini, bagaimana dengan pemandu hidup kita (Rasulullah) ? Sudahkan 100% yakin? Kalau belum…masih ragukah kita dengan tip-tip atau resep (ajaran) Allah yang disampaikan Rasulullah ? Bukan berarti penulis telah sampai disini (100 ), tapi tidak ada salahnya sambil memotivasi diri penulis, kita perlu up grade keyakinan kita dan amal-amal kita berdasarkan keyakinan itu.

 

Allah A’lam bi al-Shawab

SERI EKO-SUFISME #14: ARUS SUNGAI SERAYU