EKO-SUFISME # 35: GELAP: BAHAYA!

Jam tangan saya menunjukkan pukul 05.30 WIB. Saat itu, saya masih menunggu bus di sebuah terminal menuju Purwokerto. Suasana kota di lereng Gunung Sindoro Sumbing itu mendung berkabut disertai rintik-rintik hujan. Bis yang saya tunggu-tunggu itu akhirnya datang. Bersama kawan, saya naik bis ekonomi yang tampilan bodinya kurang menarik. Apa boleh buat. Saya dan teman mendapat tempat duduk tepat di belakang Pak Sopir.

Bis melaju seperti biasa melintasi tikungan khas di daerah ini. Beberapa kali bis berhenti karena menurunkan dan menaikkan penumpang. Hari semakin gelap. Jalan juga mulai gelap. Mobil-mobil mulai menghidupkan lampunya. Saya melihat pak sopir bis mulai gelisah, karena lampu bis mati semua. Bis sempat berhenti, karena kondektur dan sopir berusaha membetulkan kelistrikan yang menyebabkan lampu-lampu mati.

Walau hampir 30 menit berusaha, akhirnya mereka tidak berhasil menyalakan lampu bis. Akhirnya, bis terpaksa jalan di kegelapan malam tanpa lampu penerangan. Dan akhirnya, terjadi sebuah insiden.

Insiden tersebut terjadi pada kelokan gelap. Benturan antar bis sisi bis tidak bisa dihindarkan. Bis yang kami tumpangi kami oleng dan sempat menabrak pembatas. Walau demikian, kami selamat.

Dalam kasus lain, saya juga sering dikejutkan oleh pemuda yang ngebut naik motor tanpa lampu di malam hari. Cahaya atau sinar sekecil apapun sangat berguna saat di kegelapan. Cahaya yang kecil itu akan menjadi penerang, sehingga kita tahu objek yang ada di sekitar kita. Semakin besar cahaya itu semakin jelas wujud objek itu.

Sebagai manusia kita butuh cahaya. Baik di rumah, di perjalanan, di kendaraan kita, di HP, di laptop, dan di seluruh aspek kehidupan kita. Sebagai ilustrasi, HP dan Laptop tidak bisa gunakan bila tidak nyala (bercahaya). Jika layar HP atau laptop tidak nyala, berarti yang tampak hanyalah hitam. Icon-icon pada HP atau laptop dan tidak tampak karena tidak ada cahaya dari dalam HP atau laptop tersebut. Dengan demikian, alat canggih itu tidak akan berfungsi, kecuali sebagai pajangan semata.

Sama halnya dengan diri kita. Jika kita diliputi kegelapan tanpa ada sedikit pun cahaya dari dalam diri kita, maka yang terjadi adalah ketidaktahuan (kebodohan/kejahiliyah) tentang kehidupan. Karena kegelapannya tadi, seseorang tidak bisa mengenali objek ada di sekitarnya. Akhirnya, seseorang tidak tahu halal dan haram, hak dan batil. Semua dianggap sama. Semua dimakan. Kalau demikian, kegelapan yang semakin suram akan menimpa dirinya.

Penerangan atau cahaya (nur) adalah alat yang ampuh untuk menghilangkan kegelapan. Dengan cahaya kegelapan akan berangsur sirna. Semakin terang semakin tidak ada gelap. Karena ini sunnatullah (hukum Allah).

Dalam Islam, semua anak yang lahir telah memiliki cahaya iman. Hanya saja, dalam proses menjalin hidup cahaya tersebut bisa hilang di tengah jalan. Salah satu cara untuk menghadirkan kembali adalah adalah dengan yakin (iman) pada Allah dan Rasulullah SAW. Yakin (iman) pada Allah dan Rasulullah berarti sama dengan menyalakan cahaya dalam diri. Iman adalah modal cahaya, sedangkan kemaksiatan (tidak patuh) adalah kegelapan. Hal ini sebagaimana QS Luqman: 13. Cahaya tersebut akan membesar kalau dipupuk dengan ibadah (ketaatan) yang benar dan tulus yang dipersembahkan pada Allah.

Ibadah atau ketaatan itu tidak akan menambah dan mengurangi pamor Allah sebagai Tuhan. Dalam sebuah hadits, seandainya manusia semua taat (patuh) tidak akan menambah kebesaran Allah, juga sebaliknya. Jika semua makhluk membangkang (durhaka) padaNya, maka itu juga tidak akan mengurangi pamor Allah sebagai Tuhan. Dengan kata lain, Allah tetap Tuhan bagaimanapun keadaan makhluk.

Ibadah itu sebenarnya untuk diri kita sendiri. Ibadah bermanfaat bagi pelakunya. Ibadah yang baik, lurus, dan tulus dapat menyalakan cahaya yang lebih besar. Dengan cahaya yang terang tersebut, kita dapat tepat mengenali objek yang ada. Mungkin objek itu masih samar bagi sebagian orang, tetapi jelas bagi pemilik cahaya.

Kembali ke cerita di awal tulisan ini, dapat ditarik benang merah bahwa kegelapan akan mendatangkan kondisi yang tidak nyaman bagi kehidupan manusia, bahkan dapat menyebabkan bahaya, kecelakaan, dan kemalangan. Kecelakaan secara fisik dapat disembuhkan dengan pengobatan fisik. Kecelakaan spiritual akan mengantarkan pelakunya pada kemalangan yang berkepanjangan (tiada akhir). Na’udzu billah min dzalik. Ramadhan ini insyaallah memantik cahaya, karena nafsu kita didik untuk selalu patuh.

 Allah A’lam bi al-Shawab