EKO-SUFISME # 37: INSTALASI NUR MUHAMMAD

Saya yakin ini bukan kebetulan. Karena sesuatu terjadi bukan karena kebetulan. Ada desainernya, ada perancangnya, yakni Allah Sang Maha Desain (al-Mushawwir). Pernahkan kita berfikir tentang nama indah, Muhammad ? Nama milik Rasulullah, Nabi kita.

Nama yang berasal dari akar kata Bahasa Arab, hamida yang artinya memuji. Muhammad artinya “orang terpuji”. Terpuji secara bahasa adalah kebalikan dari kata tercela. Dari unsur geneologi (silsilah), beliau adalah berasal dari keluarga yang terpuji. Dalam sirah yang ditulis oleh al-Barjanzi, beliau terlahir dari orang tua dan nenek moyang yang tidak pernah sedikit pun dengan terkontaminasi zina (tarak al-sifakh…).

Gen” Muhammad dititipkan pada orang tua dan nenek moyang yang secara religiusitas suci dari perbuatan maksiat, terutama hal-hal yang berkaitan dengan nafsu seksual ilegal. Dalam banyak literatur, nenek moyang Muhammad adalah orang yang tidak pernah terlibat perselingkuhan dan zina. Karena secara genetik, perselingkuhan dan zina akan menurunkan kopi generasi yang buruk (al-Isra’: 32).

Kenapa demikian, karena beliau adalah Cahaya. Cahaya Muhammad (Nur Muhammad) itu bermuara pada Abdullah (ayahnya) dan Aminah (Ibunya). Abdullah berarti hamba Allah. Nama ini mengisyaratkan simbol/lambang ketaatan penuh pada Allah. Seseorang yang telah mendeklarasikan diri sebagai hamba, dia pati akan menjalankan perintah majikannya. Apapun bentuk perintah itu. Dia tidak akan pernah membangkang. Semua perbuatan seorang hamba dalam rangka meladeni dan mendapatkan kerelaan (ridha) tuannya.

Demikian juga Aminah, sebuah nama yang syarat dengan pelajaran (ibrah). Aminah berasal dari kata amana (beriman). Kata turunannya adalah aman (aman), amin (terpercaya), amanah (tanggungjawab). Secara bahasa Aminah bermakna orang perempuan yang dapat dipercaya karena imannya.

Muhammad lahir dari gen orang-orang tua hebat-hebat ini. Orang-orang tua yang taat dan jauh dari maksiat. Gen Muhammad dititipkan pada orang tua yang selanjutnya menurunkan kepatuhan (Abdullah) dan sifat amanah (Aminah) (keterpercayaan/trust). Abdullah dan Aminah adalah perantara bagi Allah menyalakan Nur Muhammad (cahaya keterpujian).

Karena itulah, dia (Muhammad) layak dipuji. Pujian yang sebenarnya, bukan pujian artifisial (semu). Karena Allah dan para malaikat juga memujinya sebagaimana dalam QS. Al-Ahzab: 56. Diperintahkan juga bagi orang-orang beriman untuk memuji dan bershalawat padanya. Ini bukti pujian sejati (sesungguhnya), yakni pujian dari Allah dan semesta alam.

Beliau adalah Cahaya. Cahaya yang bersumber dari Cahaya Tuhan (Cahaya di Atas Cahaya). Cahaya Muhammad (Nur Muhammad) keadaannya mirip cahaya bulan purnama (al-badr) di malam yang gelap. Sebagaimana syiir dalam Shalawat Badar, di saat kaum Anshar menyambut kedatangan beliau di Madinah. Cahayanya menyinari bumi, yang dapat melenyapkan kegelapan malam. Cahaya tersebut tumbuh dari ketaatan (aspek abdullah) dan keamanahannya (aspek aminah) dalam menjalankan kehidupan.

Cahaya Muhammad dapat kita transfer ke dalam diri kita. Diri kita yang mungkin masih redup. Bahkan, mungkin malah sudah mati. Cahaya yang kita miliki tidak lebih seperti cahaya bintang yang jauh di langit. Cahayanya sangat kecil dibanding Cahaya Muhammad (Nur Muhammad). Walaupun kecil, cahaya bintang-bintang di langit itu sangat indah di pandang. Tidak hanya itu, cahayanya walaupun kecil, kerlap-kerlip ternyata dapat memandu nelayan di lautan yang gelap. Dapat memandu petani jaman kuno dalam mengenali musim dalam bertani.

Cahaya dalam diri kita akan semakin terang, kalau saja kita mengikuti jejak pengabdian dan amanat sebagaimana manusia seperti yang dijalankan Nabi Muhammad. Cahaya itu muncul karena kepatuhan dan sifat amanah kita dalam menjalankan tugas sebagai manusia. Karena tugas pokok dan fungsi (tupoksi) kita hidup adalah ibadah (mengabdi). Mengabdi kepada Allah dan mengabdi (melayani) urusan sesama. Pelaksanaan tupoksi yang baik akan mengantarkan manusia menjadi hamba Allah (Abdullah) yang Amanah. Kalau begitu, insyallah Nur Muhammad mulai memendar (menyala) dalam hati kita.

 

Allah A’lam bi al-Shawab

SERI EKO-SUFISME # 38: INSTALASI NUR MUHAMMAD