Pengukuhan Direktur Pascasarjana IAIN Purwokerto sebagai Guru Besar Ilmu Dakwah

Hari ini, Selasa 06 November 2018 Senat IAIN Purwokerto melalui Sidang Senat Terbuka mengukuhkan Abdul Basit sebagai Guru Besar Ilmu Dakwah. Pria asal Tambun Bekasi itu merupakan Guru besar ke 2 di IAIN Purwokerto setelah Sunhaji, dan yang Pertama di Fakultas Dakwah IAIN Purwokerto. Basit yang juga sebagai Direktur Pascasarjana IAIN Purwokerto menyampaikan orasi ilmiahnya dihadapan anggota Senat dan para tamu undangan. Orasi dengan tema “Hermeneutika Dakwah Kampus : Radikalisme Islam, Kontestasi Ideologi, dan Konstruksinya “. Menurut penelitiannya, munculnya Radikalisme Islam di kampus karena banyak faktor, diantaranya Ekonomi, lemahnya pemahaman agama, kondisi sosio-psikologis pelaku, politik global, dan faktor lainnya. Dikatakannya, radikalisme tidak muncul dengan sendirinya, tetapi ada aktor yang menggerakannya.

Oleh karenanya, para ilmuwan mengatakan radikalisme dikembangkan oleh kelompok/lembaga, baik yang mengatasnamakan ISIS, Al-Qaedah, Jamaah Islamiyyah atau sebutan lain. Mereka membangun gerakan berpedoman pada ideologi jihadiyah yang dipahaminya. Paham ini masuk melalui kegiatan dakwah kampus yang tumbuh pesat akibat pengaruh konflik di Timur Tengah, dan adanya tindakan represif dari pemerintah terhadap kegiatan kemahasiswaan, terutama kebijakan BKK/NKK tahun 1978.

Adapun tumbuh dan berkembangnya organisasi dakwah kampus, lanjut dia tidak terlepas dari paham dan ideologi yang dilembagakan oleh para pengurus dan anggotanya. Ideologi punya peran penting dalam memobilisasi mahasiswa dalam memperkuat identitas dan posisi mereka sebagai mahasiswa guna menganggapi perkembangan global. Ada tiga arus besar dalam perkembangan ideologi yang dianut para aktivis organisasi dakwah kampus, yaitu Moderat, Radikalis/Fundamentalis, dan Liberalis. Ketiganya saling berkontestasi baik antar ketiga ideologi itu maupun di internal masing-masing.

Dakwah Kampus

Ideologi pada masa perkembangan awal organisasi dakwah kampus hingga tahun 1980-an yang dikembangkan, menurut Basit bersifat moderat. Setelah itu berkembang ideologi radikalis/fundamentalis hingga saat ini. Terbentuknya kelompok radikalis di kalangan aktivis dakwah kampus, tidak lepas dari perbincangan maslah sosial politik, keberagaman kemahasiswaan, dan kehidupan kampus.

Teori wacana menjelaskan manusia ada bukan karena ia berpikir rasional, namun karena bahasa. Selain itu dalam teori wacana juga dinyatakan, di balik bahasa dan kekuasaan, ada ideologi tersembunyi yang menjadi pemicu lahirnya bahasa yang diwacanakan. Ideologi bisa diungkap, manakala peneliti mangkaji kata-kata atau dialog yang diperbincangkan. melalui bahasa dan ideologi yang dianut kelompok islam radikal, akhirnya mereka menghegemoni kegiatan dakwah kampus.

Guna melakukan counter terhadap hegemoni tersebut, diperlukan adanya gerakan moral dan intelektual yang dilakukan secara konsensus, lanjut Basit. Selain itu kampus hendaknya memberikan ruang publik terbuka kepada semua organisasi/lembaga dakwah untuk ambil bagian dalam kegiatan dakwah kampus. Selain itu materi-materi dakwah yang selama ini diajarkan kelompok Islam Radikal ataupun Liberal perlu dilakukan revitalisasi dengan memperkuat pemahaman ajaran islam yang moderat, dan mengitergrasikan materi agama, dengan pendekatan interdisipliner dalam tema keseharian mahasiswa yang terkait dengan kehidupan modern, tantangan masa depan, problematika remaja, dan perkembangan iptek. Selamat Prof. Dr. H. Abdul Basit, M.Ag. semoga bermanfaat ilmunya bagi Institusi, Negara, dan Agama.